Indri Rusmayanti, Dari Kertas Bekas Jadi Rupiah
Kamis, 14 Juli 2016
Berawal dari kesenangan akan dunia fotografi dan crafting, bertemulah Indri Rusmayanti dangan scrapbook. Tak disangka karyanya tersebut disukai dan permintaan pun mulai mengalir. Kini dari scrapbook, usahanya berkembang dengan laba menggiurkan.
Scrapbook itu sendiri adalah seni menempel foto di media kertas dan menghiasnya menjadi karya kreatif. Ada beberapa macam bentuk kreasi scrapbook, ada yang satu halaman (single page), ada yang bentuk album atau mini album, dan ada yang dikreasikan menggunakan media canvas, kaleng, atau box. Scrapbook bukan sekedar menghias foto tapi juga bercerita tentang suatu kenangan.
Di era digital seperti sekarang foto sudah hampir jarang diprint, semua disimpan dalam bentuk file komputer adau cd. Dan ketika file rusak, foto akan hilang begitu saja. Oleh sebab itu Indri kemudian mengabadikan hasil bidikan menjadi scrapbook. "Jadi scrapbook itu bagi saya bukan sekedar menghias foto tapi juga mengumpulkan kenangan dengan cara berbeda." Indri membuat foto-foto itu bisa bercerita tentang suatu moment dalam hidup menjadi suatu karya yang indah.
Awalnya Indri membuat untuk dirinya sendiri. Tapi setelah teman-teman melihat hasilnya mereka pun tertarik. Karena peminatnya semakin banyak, akhirnya Indri pun berani membuka usaha dengan nama Paperlope pada tahun 2011. Ia menjalankan usaha tersebut bersama dengan sang adik, bayu Indrawan. ia memberikan jasa pembiatan handmade scrapbook. Dipilhnya nama Paperlope berasal dari kata paper dan love. "tapi kemudian saya lebih suka menuliskan love dengan lope. Kalau secara arti menunjukkan kecintaan saya terhadap kertas," kata penyuka crafting ini. Saat mendirikan Paperlope boleh dibilang Indri tak mengeluarkan modal. "Karena berawal dari hobi, modalnya hanya menggunakan bahan-bahan yang sudah ada di rumah," ujar sulung dari tiga bersaudara ini. Indri menggunakan bahan baku dari kertas bekas, kertas daur ulang, majalah, dan lain-lain. Namun karena tak ingin mengecewakan konsumen dan agar hasil karyanya lebih bagus, Indri mencari toko yang menjual scrapbook kertas emblishment. "Sehingga produk yang kami jual bisa awet dalam jangka waktu yang panjang atau lifetime karena kualitasnya foto dan kertas tidak menguning."
Indri mengerjakan 2 jenis scrapbook yakni scrap in frame dan mini album. Namun ia tetap menerapkan custom order. Scrapbook buatannya dihargai sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta. Selama setengah tahun membuka usaha ini, promosi hanya berdasarkan mulut ke mulut saja. Dan kemudian setelah cukup modal, Indri memberanikan diri untuk membuka order via online, pada saat itu melalui Facebook. Ingin usahanya semakin berkembang, tiga tahun kemudian pada tahun 2014. Indri join dengan satu orang partner lagi bernama Selvia Liem. Di sini mereka ingin memperluas usaha dengan tidak hanya menerima pesanan scrapbook semata. Mereka membeli bahan baku dari supplier besar ataupun import sendiri. "Kami kemudian menjual bahan-bahan craft seperti bahan craft decoupage." Usaha ini kemudian berubah nama menjadi moonlight Art and Craft. Tidak seperti paperlope yang hampir nyaris tanpa modal, pada usaha ini Indri menambah modal sekitar Rp 15 juta untuk membeli beberapa bahan. Untuk bahan-bahan dasar scrapbook dan decoupage ada banyak jenis mulai dari lem, kertas, stamp, emblishment, napkin, varnish, cat dan lain-lain. Bahan-bahan dasar decoupage dan scrapbook tersebut dijual dengan harga Rp 7.500 sampa Rp 400 ribu.
Dua tahun kemudian Indri mengembangkan terus usahanya dan kembali mengganti nama usahanya dengan Vintageous karena barang yang dijual semakin banyak. "Tahun 2016 ini, kami merambah menjual barang jadi handmade craft seperti home decor dengan genre vintage dan juga fashion accessories. Selain itu kami juga menjual DIY (do it your self) kit unruk kerajinan decoupage dan rencana supply ke toko buku besar di Jabodetabek," jelas ibu dua anak ini. Untuk home decor ada beberapa jenis seperti menggunakan media dasar anyaman pandan dan kayu, mdf (medium density board). Homedecor decoupage dijual hingga Rp 1 juta. di bidang fashion accessoris, Indri membuat tas dan clutch dari anyam pandan dan sedang mengembangkan untuk tas dan sepatu kanvas yang di cecoupage Fashion accesories dengan mulai dari Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu. "Pesanan untuk homedecor dan fashion accessories dalam sebulan sejumlah 20 pieces." Sedangkan untuk DIY kit, saat ini sudah ada 12 jenis DIY kit decoupage. Kendati DIY kit baru mulai akhir bulan April 2016, Indri sudah supply 60 kit untuk 1 toko. Omzet dari keseluruhan bisnis termasuk menjual bahan-bahan dan produk jadi sekitar Rp 30 jutaan dengan keuntungan sekitar 30-40%.
Hingga saat ini dalam memasarkan produknya. Indri masih lebih banyak menggunakan Facebook dan Instagram. Namun jika ada pameran atau bazar, Indri pun rajin ikut serta. "Hal lain yang kami lakukan adalah melakukan kopi darat berkumpul dengan komunitas, mengadakan workshop membuat scrapbook dan decoupage. Kami juga meulai merambah ke tokotko buku." Sementara untuk penyebaran produk karya Indri sudah ada di mana-mana. Misalnya untuk untuk customer handmade craft lebih banyak di Jawa, bali dan batam. Sedangkan customer bahan-bahan scrapbook dan decoupage sudah menjangkau hampir seluruh Indonesia. Indri pun berharap nantinya bisa ekspor. "Kami ingin memajukan kerajinan khas Indonesia jadi sekarang masih tahap research material khas Indonesia apa yang cocok untuk ekspor."
Walau Indri memiliki latar belakang pendidikan di food technology, Indri yakin usahanya ini bisa terus bertahan. Akan tetapi, ia juga sempat merasakan hambatan dalam menjalankan usaha ini terutama untuk mendapatkan pengrajin atau tukang yang sesuai dengan keinginannya. Karenanya Indri kemudian memutuskan untuk pengerjaan design dan inti dari scrapbook dan decoupage masih dikerjakannya sendiri. "Oleh sebab itu kami belum berani untuk menerima pesanan sekelas souvenir."
Dalam menghadapi kompetitior diakui Indri bahwa bisnis scrapbook dan decoupage banyak pemainnya. Namun mantan staf reseach and development di sebuah perusahaan bumbu makanan yang besar di Indonesia ini mengaku tak ingin merisaukannya. Menurutnya setiap orang sudah ada rezekinya masing-masing dan setiap toko memiliki loyal customernya. "Saya tidak terlalu memusingkan kompetitor atau plagiator. Dalam bisnis ini justru yang saya tekankan adalah bagaimana memberikan kualitas dan pelayanan terbaik untuk customer." Melalui komitmen tersebut, Indri tidak menjual atau menggunakan bahan yang ia sendiri tidak suka. "Jadi kami benar-benar memilih semua sesuai standar kami. Sebab produk kami adalah handmade with love."
Selama menjalankan bisnis ini, segala tantangan, termasuk dalam masalah pengiriman. Pengalaman tak mengenakan yang pernah dialaminya adalah saat scrapbook ukuran besar pecah saat tiba di konsumen dan keterlambatan pengiriman karena kurir. Semua pengalaman tersebut terbayar dengan kegembiraan jika ada pelanggan yang suka dengan design mereka dan melakukan repeat order. "Misalnya dari pelanggan itu kemudian saudara, kakak, adik, tantenya ikutan pesen juga. Berarti itu kan trusted seller," ujar perempuan kelahiran Jakarta ini senang.
Indri pun tak keberatan berbagi pengalamannya. "Kalau ingin bisnis, langsung dimulai saja jangan terlalu lama berencana. Rencana boleh tapi rencanakan garis besarnya dan bergeraklah. Selebihnya bisa sambil jalan diperbaiki dan disempurnakan. Dan cari informasi sebanyak-banyaknya untuk menambah nilai lebih dari bisnis kita," tutup perempuan yang menjadikan modal, kreativitas, dan keteguhan hati membangun usaha.
Demikian tulisan tentang Indri Rusmayanti, Dari Kertas Bekas Jadi Rupiah. Semoga bermanfaat. (sumber: majalah elshinta juni 2016 / tahun 8)